Tiga Puluh

18 Maret 1987, Ibu Yulismar melahirkanku. Alhamdulillah persalinannya lancar, di rumah dengan bantuan bidan. Hari itu Rabu, (alm) bapak baru saja mulai masuk kerja lagi, setelah sebelumnya cuti seminggu menunggu aku nongol. Bapak lalu memberikanku nama Darma Eka Saputra

Tiga puluh tahun setelah itu berbagai pengalaman dan kejadian membentukku sehingga menjadi orang yang seperti ini. Waktu juga membentukku sehingga seperti sekarang.

Usia tiga puluh bukan lagi usia “mentah” saat keputusan yang kuambil hanya didasari emosi belaka, tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Usia segini harus diikuti dengan kedewasaan.

Kuakui, aku yang sekarang (mungkin) jauh lebih baik dari aku pada lima hingga sepuluh tahun yang lalu. Tapi apakah aku yang sekarang sudah baik? Entahlah, mungkin kalian yang mengenal dan berinteraksi denganku lebih bisa menilai.

Tiga puluh tahun ini banyak hal yang telah kulalui, tempat yang kudatangi, orang yang kutemui dan kebodohan yang kulakoni. Tak bisa disangkal banyak hal-hal yang pernah kulakukan dan menunjukkan kebodohan serta kualitas burukku. Hal-hal itu harus menjadi pelajaran untukku di masa mendatang.

Saat memasuki usia tiga puluh ini, aku harus tetap berusaha memperbaiki diri. Perjalanan hidupku masih panjang (aamiin), ada mimpi dan cita-cita yang sedang berusaha kugapai. Suatu saat aku akan menjadi Imam, Suami, Abak. Memikirkan ini membuatku melakukan refleksi diri, “Sudah siapkah? Sudah Pantaskah”

Yang kutakutkan adalah ketika suatu saat diriku tidak menjadi lebih baik, kehilangan kualitas-kualitas baik yang selama ini kucoba tumbuhkan. Yang pasti aku memohon kepada-Nya untuk diberikan punggung yang lebih kuat menahan beban, kaki yang lebih tangguh melangkah dan diri yang lebih mampu menapaki jalan yang mungkin tidak lebih mudah.

Dalam usia tiga puluh ini, terima kasih kuucapkan sebanyak-banyaknya kepada ibu dan bapak, mencurahkan cinta kasihnya. Mohon maafku, hingga sekarang mungkin belum bisa memenuhi harapan. Terima kasih juga atas doa yang selalu diucapkan untuk kami, anak-anakmu.

Juga untuk kakak-kakakku, kerabat, keponakan, kawan-kawan terdekat, sahabat, fans, haters, pokoknya semua. Tanpa kalian semua, aku yang sekarang tidak akan seperti ini.

Tentu saja, untuk kamu. Iya kamu, yang mengirimkan e-mail berisi ucapan dan doa untukku. Kamu yang insya Allah akan menemaniku menjalani hidup.