Secangkir kopi tanpa gula

April-mei 2012

Secangkir kopi tanpa gula disaat hujan merana

sebatang kretek tanpa filter terbakar diam-diam tanpa suara

 

secangkir kopi tanpa gula menyisakan ampas di dasar cangkir

dan getir di pangkal lidah

apalagi yang terkenang?

Titik-titik hujan pada jendela?  Atau gelegar guruh mengguntur dada?

 

Secangkir kopi tanpa gula, dingin dan mulai asam

Seekor lalat terjebak, tertatih timbul tenggelam

Sebuah buku bersampul biru terbuka, setengah terisi

Kenapa tak kau teruskan puisimu? Haruskah menunggu hujan reda?

Haruskah saat pelangi menjembatani hati?

 

Secangkir kopi tanpa gula di tepi perapian menyala

Samar-samar suara biola menyayat-nyayat hati

Menjeritkah karena tanpamu? Melengking tanpa kata

Menangiskah karena rindu? Saat satu dua senar putus

 

Secangkir kopi tanpa gula, jatuh dan pecah

Tumpah pada karpet merah, hitam membuat naik pitam

Pada siapa harus marah? Pada nasib burukkah?

Atau pada waktu yang melesat seperti anak panah?