Maret dan Tiga Puluh Enam

Maret kembali datang, kota ini masih basah diguyur hujan. Harusnya sekarang sudah mulai kemarau, tapi sepertinya dunia sedang mengalami pergeseran siklus. Entah karena dunia sedang tidak baik-baik saja, atau hanya sebuah perubahan alami.

Maret ini adalah yang ketiga puluh enam dalam hidupku, kali ini kulewatkan di kota di Jawa Timur–Surabaya dan Sidoarjo. Sebelumnya bulan Maret kulewati di Kapau, Padang, dan Bandung. Ini adalah Maret ketujuh di sini, enam kalinya dengan dirinya–tiga di antaranya ditemani Daru.

Memasuki tahun ketiga puluh enam dalam hidupku, makin banyak perubahan di dalam diri ini.

Abak dan Motor Tuanya

Bulan Juni tahun 2022 Bundo Daru akhirnya bekerja lagi, setelah 2,5 tahun menjadi fulltime mother untuk Daru. Karena motor di rumah hanya ada satu, dan jam kerja kami tidak sama, maka perlu dibeli satu motor lagi untuk menunjang transportasi kami. Motor baru bukanlah alternatif, karena tidak sesuai budget dan aku sedang berusaha menghindari membeli sesuatu dengan sistem kredit. Oleh karena itu, maka aku mencari beberapa alternatif motor bekas.

Setelah mencari beberapa saat, aku menemukan iklan motor Honda win 100 tahun 1994. Kondisi masih bagus, mesin lancar dengan suara yang masih merdu. Setelah dilihat dan dicoba dikendarai, maka besoknya langsung dibayara dan diambil.
Mengapa harus motor lama? Bukankah motor bekas banyak pilihan dengan tahun yang lebih muda?

Sebenarnya aku sudah lama mengidamkan membeli motor laki (motor kopling) tua, yaitu Honda GL Max. Dulu tahun 2014 sempat ditawarin sama salah seorang senior, dan langsung suka. Tetapi karena waktu itu belum ada dananya, dipendam dulu jadi cita-cita.

Ada beberapa alasan mengapa harus motor tua jenis ini. Pertama karena bentuknya retro, dan menarik menurutku. Bentuk tangkinya yang cukup datar dan tidak terlalu besar, menambah kenyamanan berkendara. Kedua, motor ini nyaris tanpa komponen elektronik yang rumit, semua manual. Beberapa kerusakan minor bisa diperbaiki sendiri.

Komentar pertama Bundo Daru adalah, “Cocok, Bak. Retro, sama kayak Abak. Hahahaha” Ini antara ejekan dan pujian, tapi tidak apa.

Memiliki motor tua itu, ada perasaan berbeda. Ketika hampir semua orang memakai motor matic, bebek, atau motor sport, aku dengan santai memakai motor tua membelah kota ini. Ternyata, populasi Honda Win 100 di kota ini tidak terlalu banyak. Selama berkendara bolak-balik kantor–rumah, jarang sekali aku berpapasan dengan motor yang sama. Kalau Honda GL, cukup sering.

Apakah memiliki motor tua itu merepotkan? Iya dan tidak. Harus diakui, barang tua tidak sesempurna barang baru. Ada saja masalah (untungnya minor) selama beberapa bulan memiliki motor tua. Mungkin karena pemilik lama cukup resik dalam memelihara motornya, jadi tidak terlalu banyak masalah di motornya.

Mungkin karena ini termasuk hobi dan memang suka, jadinya segala masalah dihadapi dengan senang saja, tidak usah mengeluh panjang lebar. Banyak lihat video di Youtube, baca artikel, dan tidak usah terlalu agresif dalam mengendarai motor. Biar motor tua tidak semakin ringkih dan renta.

Sepucuk Surat untuk Anakku (XI): Tiga Tahun Daru, Lima Tahun Abak dan Bundo.

Kepada Anak Bujang Tercinta,

Daru Lintang Segara

Tanggal 1 Juli ini engkau genap berusia tiga tahun. Sudah lebih seribu hari engkau menghirup udara bebas di dunia ini. Selama itu pula kami, Abak dan Bundo, menjalani peran sebagai orang tuamu. Sungguh, kehadiranmu adalah hadiah ulang tahun pernikahan terbaik kami, sehari setelah engkau lahir, 2 Juli.

Kehadiranmu setelah kami menikah selama dua tahun, semakin melengkapi keluarga ini. Rumah yang biasanya hanya terdengar suara percakapan kami, sesekali diiringi suara televisi, kini bertambah meriah dengan suara tangis, rengek,celoteh, dan tertawamu. Kehadiranmu menambah satu lagi alasan Abak untuk pulang. Adanya dirimu di rumah, semakin membuat Abak berat untuk berlama-lama meninggalkan rumah. Dua hari saja, waktu maksimal Abak mampu berpisah dari dirimu. Lebih dari itu, rindu akan menyergap dengan kuat.

Daru, tiga tahun usiamu diiringi dengan lima tahun usia pernikahan Abak dan Bundo. Waktu yang tidak sebentar untuk terus belajar menjadi seseorang yang lebih baik, untuk Bundo, untuk Daru, dan untuk diri Abak sendiri.

Harus diakui, Abak bukanlah sosok Ayah sempurna untuk engkau. Sangat jauh dari sosok Ayah sempurna. Terkadang masih tidak bisa sabar menghadapi berbagai macam polah tingkahmu, yang sudah memasuki usia threenager. Sungguh, menjadi orang tua adalah proses belajar tanpa henti.

Di usia tiga tahun ini, Bundo mulai kembali kerja, tidak jauh dari rumah. Engkau sementara dititipkan di daycare, bermain bersama bunda-bunda yang mengasuh, dengan teman-teman seumuran. Abak yang mengantarkan engkau di pagi hari, kemudian Bundo yang akan menjemput di sore hari.

Hari pertama engkau di daycare, hati kami yang tidak tenang, khawatir engkau tidak bisa menyesuaikan diri, menangis minta pulang, dan kekhawatiran lainnya. Tapi alhamdulillaah, kekhawatiran itu tidak terjadi. Engkau baik-baik saja di sana, bahkan cukup senang karena bermain dengan teman-teman.

Daru, semoga engkau tumbuh sehat, menjadi anak sholeh, cerdas, berakhlah mulia, dan dicintai serta mencintai sesama. Doa terbaik selalu kami sampaikan untukmu.

Cium Peluk Penuh Cinta

Abak

Sepucuk Surat untuk Anakku (X): Rumah Jelajah

Dear Anak Bujang Sibiran Tulang

Daru Lintang Segara

Alhamdulillah, akhir Februari 2022 kita kembali pindah rumah, namun insya Allah kali ini akan menjadi rumah permanen. Masih di komplek perumahan yang sama dengan rumah sebelumnya, hanya berbeda gang.

Pindah rumah kali ini masih dibantu sama Om Henky, dan dua urang teman kantor Abak. Karena tidak terlalu jauh, proses memindahkan barang-barang bisa dilakukan dengan cepat. Sebelumnya Abak dan Bundo juga sudah mulai menyicil memindahkan barang-barang yang bisa diangkut dengan motor, seperti kardus-kardus ukuran kecil dan menengah.

Rumah ini Abak dan Bundo namai Rumah Jelajah, karena ini adalah rumah kita, para penjelajah yang senang berjalan. Rumah bernuansa abu-abu ini awalnya adalah rumah ukuran 36 m2, namun kemudian direnovasi dengan menambah dapur dan satu kamar di lantai 2. Desainnya tentu saja dari Bundo, arsitektur, desain interior, dan fashion stylist keluarga.

Masih banyak PR yang harus diselesaikan. Mulai dari taman depan dan belakang, menanam TOGA (Tanaman Obat Keluarga), kebocoran di atap, dan membuat beberapa perabot tambahan. Dicicil sedikit demi sedikit saja, sesempatnya.

Sekarang favorit Daru adalah menonton pipa air, terutama jika hujan. Mengamati air yang hujan pada pipa talang air. Bermain tanah di taman juga salah satu kegiatan yang engkau senangi, tidak lupa bermain sepeda di jalan paving di depan rumah.

Mudah-mudahan lingkungan baru ini akan lebih baik dari lingkungan-lingkungan sebelumnya, sehingga bisa menjadi tempat tumbuh yang baik nanti untuk dirimu.

Sepucuk Surat untuk Anakku (IX) Tiga Puluh Bulan Daru

Dear Anak Bujang Sibiran Tulang

Daru Lintang Segara

Januari ini engkau sudah berusia tiga puluh bulan, atau dua setengah tahun.  Engkau tumbuh menjadi anak yang sehat, semakin cerewet dan lincah. Engkau sudah mampu berbicara dengan satu kalimat lengkap, walau masih ada kata-kata yang kadang kami harus dengar beberapa kali supaya paham maksudnya.

Selama tiga puluh bulan ini juga, kami berusaha dan belajar menjadi orang tua yang baik bagi dirimu. Tak bisa kami pungkiri, bahwa kami masih belum mampu bersabar menghadapimu. Tak sekali atau dua kami berlaku lalai, dan bertindak tidak semestinya.

Sepucuk Surat untuk Anakku (VIII): Pulang Kampung

11 Oktober 2021

Dear Bocah Kelana, anak yang lebih senang berada di padang rumput daripada di mall.

Daru Lintang Segara

Akhirnya kita bisa mengunjungi kampung halaman Bundo dan Abakmu, Kapau, setelah diundur berbulan-bulan akibat PPKM. Sedikit mendadak, hari Rabu 1 September dapat izin cuti, beli tiket, hari Sabtu test Swab-PCR, dan Senin sudah berangkat ke Padang. Untungnya peraturan bandara Juanda Surabaya memberikan kebebasan ke maskapai untuk perizinan anak di bawah dua belas tahun terbang. Dari Citilink, syarat anak usia di bawah dua belas tahun hanya surat keterangan sehat dari dokter (yang bahkan ketika di bandara tidak diperiksa sama sekali.)

Alhamdulillah perjalanan Surabaya–Padang berjalan baik, tidak ada halangan berarti. Bahkan, tidak ada keterlambatan pesawat. Engkau dengan antusias memandang keluar jendela, bertanya apa pun yang kamu lihat. Penerbangan pertamamu yang menyenangkan sepertinya. Tak lama engkau tertidur pulas di pangkuan Bundo.

Saat transit di Jakarta pun, engkau dengan antusias memandang ke luar. Akhirnya kali ini benar-benar memandang dari dekat pesawat yang selama ini engkau hanya tahu bentuk mainannya saja. Sebelumnya juga sudah pernah diajak Om Henky ke tempat kerjanya, melihat langsung pesawat dari hanggar, namun jenis pesawat yang berbeda.

Ketika mendarat di Padang, kita dijemput oleh Nenek, Simbah, Nek Angah, dan Aki. Tidak butuh waktu lama engkau untuk kembali akrab dengan Nenek. Mungkin engkau masih ingat “bau tangan” Nenek yang dulu merawatmu di bulan-bulan pertama usiamu. Perjalanan Padang–Bukittinggi disambut hujan lebat, seakan kita diberkahi.

Bahkan, tiga minggu kita di kampung belum membuat kita menjelajahi Sumatera Barat sepenuhnya. Abak hanya bisa libur total seminggu, dua minggu berikutnya tetap harus mengajar, walau online. Namun, kita bertiga sudah mengunjungi berbagai tempat yang indah di sekitar kampung. Kau bisa lihat tempat-tempat apa saja yang sudah kita kunjungi di galeri poto yang disimpan Bundo.

Tiga minggu di Sumatera Barat benar-benar mencuci mata dan paru-paru. Udara yang segar, pemandangan yang asri dan hijau, membuat kita sejenak melupakan Sidoarjo yang panas dan gersang. Udara sejuk dan dingin menyapa setiap kali kita membuka mata di pagi hari. Tak jarang pagi dihiasi kabut, hal yang sudah lama sekali kami lihat sejak meninggalkan Bandung.

Ada beberapa daerah yang belum sempat dikunjungi, namun setidaknya waktu tiga minggu sudah cukup memuaskan rasa rindu kami, Abak dan Bundo, kepada kampung halaman. Nenek-nenekmu juga akhirnya bisa bertemu langsung, tidak lagi hanya melalui video call.

Entah kapan lagi kita akan diberikan kesempatan kembali bisa pulang kampung. Entah kapan lagi kita diberikan kesempatan bertemu dengan nenek-kakekmu. Bisa jadi itu adalah pertemuan terakhir, atau bisa jadi kita akan diberikan kesempatan bertemu lagi. Satu hal yang pasti, masa-masa kita di kampung adalah masa-masa yang harus dihargai dan dikenang. Tidak ada satu pun yang tahu pasti bagaimana masa depan nantinya. Hargailah waktu dengan orang-orang tersayang sebagai sebuah masa yang harus diisi dengan kenangan indah.

Di mana pun kamu nanti akan hidup, yang harus kamu ingat adalah daerah asalmu, Kapau. Seberapa jauh engkau merantau nanti, pastikan kamu tidak melupakan daerah asalmu ini. Abak dan Bundomu berasal dari kampung halaman yang sama, Kapau.

Semoga engkau selalu dilimpahkan kesehatan, keselamatan, dan keberkahan dalam hidup ini, Nak.

Peluk cium
Abak



Darma Eka Saputra

Sepucuk Surat untuk Anakku (VII): Dua Tahun jadi Abak Daru

1 Juli 2021

Dear Anak Bujang Sibiran Tulang, Paubek Jariah Palarai Damam

Daru Lintang Segara

Selamat dua tahun, Daru the Explorer, si Sobat Hujan. Selamat telah menjalani hidup di dunia ini lebih dari tujuh ratus hari, menemani hari-hari kami, mewarnai hidup kami selama 24 bulan ini.

Dua tahun ini engkau menjadi bagian dalam keluarga kecil kami, mengajari kami banyak hal. Engkau melatih kami menjadi orang tua, membentuk kesabaran kami dalam menghadapi segala macam tingkah polahmu. Setiap hari kami terus belajar menjadi orang tua, dengan segala visi keluarga ini. Setiap hari kami terus berusaha menjadi lebih baik, supaya engkau tidak menyesal memiliki orang tua seperti kami.

Nak, di pertengahan tahun ini, pandemi Covid-19 di Indonesia mulai memuncak lagi. Angka masyarakat yang terinfeksi meningkat drastis, bahkan orang yang ada di sekitar kita sudah mulai tertular. Ketersediaan oksigen menipis, bahkan ada berita pasien covid-19 meninggal karena tidak ada lagi stok oksigen. Salah seorang sahabat, sesama relawan di Masjid Salman ITB, telah mendahului kita akibat pandemi ini. Sedih nak, ketika seseorang yang kamu kenal, harus meninggalkan dunia ini terlebih dahulu. Lebih sedih lagi, almarhum meninggalkan anak-anak yang masih sangat kecil. Ya Allah, semoga mereka semua Engkau lindungi dan berkahi.

Nak, di ulang tahunmu yang kedua ini, Abak tidak tahu lagi harus bercerita apa lagi. Akibat pandemi dunia sedang kacau balau. Mungkin saja kemanusiaan lama-lama akan terbunuh, karena orang-orang ketakutan dan mulai memikirkan dirinya sendiri, entah ia masih ingat akan keluarganya atau tidak. Hari-hari ke depan tidak akan semakin mudah, doa yang banyak dan sabar yang luas yang menjaga kewarasan kita.

Nak, kami ingin mewariskan dunia yang lebih baik untukmu, namun melihat kondisi sekarang, hanya doa yang kami lebihkan untukmu. Semoga engkau diberkahi punggung yang lebih kuat, mata yang lebih tajam, kaki yang lebih tangguh melangkah menjalani hidup yang tidak semakin mudah ini. Mudah-mudahan kami pun menjadi lebih kuat dalam mengasuhmu, mengasihimu, dan mendidikmu.

Terima kasih atas dua tahun ini, Daru anakku. Semoga tahun-tahun ke depan kita akan terus diberkahi kebahagiaan, dan kesehatan. Semoga kita semua terhindar dari wabah ini, diberkahi kekuatan dan imunitas. Maafkan Abak dan Bundo yang masih belum mampu menjadi orang tua yang sempurna untukmu. Maafkan atas kekurangan dan kekeliruan kami.

Semoga hidupmu berkah dan bahagia.

Peluk cium

Abak

Sepucuk Surat untuk Anakku (VI): Pindah Rumah

23 Mei 2021

Kepada Daru Lintang Segara, bintang kejora hidupku.

Saat Abak menulis surat ini, kita tidak lagi tinggal di daerah Kampung Malang, Surabaya. Kita sekarang tinggal di kabupaten Sidoarjo, di sebuah perumahan baru tidak jauh dari Bandara Juanda. Sebenarnya kita bertiga pindah sudah sejak Maret, namun Abak baru sempat menulis surat ini dan bercerita padamu.

Rumah kita kali ini (walau masih ngontrak) lebih lapang ke belakang, terbuka sampai ke dapur. Rumah ini juga memiliki carpod sehingga jika kita akan jalan-jalan dan Abak meminjam mobil, tak lagi harus parkir jauh-jauh. Selain itu, karena merupakan perumahan baru yang berada di pedesaan dekat perbatasan Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo, maka lingkungannya lebih sepi, udara lebih bersih, jika dibandingkan dengan di Surabaya. Engkau pun bisa berjalan-jalan setiap pagi, yang hampir menjadi rutinitas pagimu sebelum mandi, atau ikut Bundo gowes sore-sore. Lingkungan yang lebih sepi ini membuat kita agak merasa sedikit lebih aman dari serangan virus Covid-19 yang mutasinya katanya semakin mengganas. Kalau engkau ingin lihat bagaimana bentuk rumah kita ini, coba tanya ke Bundo. Bundo yang paling rajin mendokumentasikan semua perjalanan hidup kita.

Dulu, tahun-tahun awal pernikahan Abak dan Bundo, kami tinggal di rumah yang terletak di gang sempit, hanya muat masuk motor. Rumahnya tidak besar, memanjang, dengan dua kamar tidur. Di depan rumah langsung berhadapan dengan dinding rumah orang lain. Setelah dua tahun ngontrak, lalu kami pindah ke rumah yang lebih besar, tapi masih berada di daerah tengah kota Surabaya. Pindah rumah ini bersamaan dengan kehamilan Bundo yang semakin besar, memasuki bulan ke delapan. Tak lama setelah pindah, engkau lahir, kemudian Covid-19 menyerang. Engkau nyaris tidak kami bawa ke luar rumah. Engkau tumbuh dan berkembang di rumah berukuran 6 x 12 saja, baru berani kami bawa keluar setelah usiamu satu tahun.

Dengan mempertimbangkan tumbuh kembangmu, kami memutuskan pindah ke lingkungan yang lebih sepi dan sehat. Alhamdulillaah di lingkungan sekarang, banyak anak-anak seusiamu. Mudah-mudahan membawa pengaruh yang lebih baik. Tidak apa Abak harus berkendara sejauh beberapa belas kilometer ke tempat kerja, bukankah setiap perkembangan memiliki harga yang harus dibayar?

Bundomu pernah berkata bahwa kita harus bersyukur hidup kita terus berkembang ke arah yang lebih baik. Ada peningkatan yang terus terjadi, tiap kali kita pindah rumah. Mudah-mudahan nanti juga kita akan pindah ke kondisi yang jauh lebih baik juga.

Oh ya, Daru. Kira-kira rumah kita nanti akan kita beri nama apa ya? Nama yang catchy, mudah diingat, tapi keren.

Sepucuk Surat untuk Anakku (V): 1,5 Tahun, Daru si Petualang, Sobat Hujan

1 Januari 2021

Dear Daru Lintang Segara,

anak laki-lakiku.

Tak terasa, usiamu sudah delapan belas bulan. Kepandaianmu sudah bertambah, sudah bisa jalan, sudah semakin cerewet, dan sudah bisa berhitung satu sampai delapan. Engkau tumbuh dengan sehat, sepertinya akan jangkung (kakimu terlihat panjang, seperti kaki bundomu).

Sejak ulang tahun pertamamu hingga sekarang, kita telah melakukan petualangan ke beberapa tempat. Kita sempat kabur sejenak, staycation sehari saja menjauhi keramaian dan pandemi tanpa akhir ini di Pandaan. Kemudian, kita ke Malang Selatan, ke pantai, menjauhi keramaian lagi. Kita berusaha menjaga agar tetap sehat, dan juga tetap waras, sesekali menjauhi peradaban menuju tempat yang sepi. Mungkin akan ada lagi petualangan-petualangan yang akan kita jalani lagi, bersama, jika Allah melimpahkan rezekinya ke kita.

Perkembanganmu luar biasa. Melihatmu belajar berjalan, menirukan ucapan-ucapan kami, lalu sekarang bisa menyebutkan angka satu hingga delapan dengan urut. Bahkan, sekarang engkau sudah belajar menyuap makanan sendiri. Tidak hanya engkau yang bertumbuh, kami pun tanpa disadari bertumbuh sebagai orang tua.

Engkau tumbuh menjadi anak yang menyukai hujan. Setiap kali hujan turun, engkau akan berkata “ujan”, lalu berlari ke jendela, atau ke halaman belakang, lalu diam menatap hujan lama. Abak dan Bundo menyebutmu sebagai Sobat Hujan, lelaki pecinta hujan.

Harapan kami, engkau tumbuh menjadi anak yang mencintai dan menghargai alam. Tidak hanya mencintai hujan, tapi engkau harus mencintai pantai, hutan, sungai, gunung, dan seluruh alam semesta ini. Mudah-mudahan engkau tumbuh menjadi anak yang bijaksana karena selalu mampu belajar dari kearifan alam ini.

Semoga kita semua bisa menghadapi tahun 2021 ini yang sepertinya masih akan dhantui pandemi Covid-19 ini dengan baik, dan selalu dilimpahkan kesehatan. Semoga hidup kita selalu dilimpahkan kebahagiaan dan keberkahan.

Jangan lupa bahagia, Nak. Hidup terlalu indah untuk diisi dengan kesedihan.

Abak

Darma Eka Saputra

Sepucuk Surat untuk Anakku (IV) Selamat Satu Tahun

Sepucuk Surat untuk Anakku (IV)

Selamat Satu Tahun

1 Juli 2020

Untuk Putra Pertamaku

Daru Lintang Segara

 

Hari ini tepat satu tahun kamu menghirup udara di dunia ini. Tepat setahun yang lalu, menjelang subuh aku mengantarkan bundomu ke Puskesmas Sidomulyo. Tepat 365 hari yang lalu, tangisan pertamamu diiringi tangis bahagiaku.

Membersamaimu tumbuh selama ini merupakan pengalaman yang luar biasa. Ada tangis, tawa, marah, kecewa, dan bahagia hadir di antara kami. Hidup kami makin seperti roller coaster, naik turun dengan berbagai emosi campur aduk. Apakah kami tidak bahagia? Kehadiranmu menambah dosis kebahagiaan kami, berkali lipat. Tingkah polahmu yang berbagai macam, selalu berhasil membuatku ingin cepat pulang, bermain bersamamu.

Satu tahun kehadiranmu di antara kami adalah waktu yang luar biasa. Kami berdua berjuang menyesuaikan diri dengan peran baru sebagai orang tua. Sungguh, kami belajar banyak hal dalam waktu setahun ini, tidak hanya sebagai orang tua, tapi juga sebagai manusia. Kehadiranmu makin menambah makna dalam hidup kamu, aku khususnya. Ketika engkau lahir, maka kami berdua juga terlahir kembali. Kami berdua terlahir kembali menjadi pribadi yang baru, yang mungkin lebih baik, sebagai orang tua.

Anak lelakiku, ada beberapa hal yang aku dan bundomu sepakati. Kami sepakat untuk mencoba membuatmu mencintai buku, seperti halnya kami. Kami tidak akan memaksakan pilihan kami, kami akan biarkan engkau memilih jalan hidupmu. Kami hanya akan memberikanmu bekal untuk memilih dengan benar. Kami tidak ingin engkau memiliki masa kecil yang sama dengan kami. Mungkin masa kecil kami tidak ideal untuk pertumbuhan fisik dan mentalmu, oleh karena itu kami ingin masa kecilmu bertumbuh lebih baik dari kami.

Dear Daru, kita tidak bisa memilih dilahirkan dari orang tua yang mana. Tapi kita bisa memilih bagaimana bersikap terhadap orang tua kita, dan akan menjadi orang tua yang seperti apa. Kami memilih menjadi orang tua yang ingin mengembangkan potensialmu setinggi mungkin, apa pun minatmu nanti. Tapi satu hal, kami mewajibkan engkau untuk kuliah. Kuliah tidak hanya sekadar mendapatkan ilmu, karena ilmu bisa didapatkan dari mana saja. Kuliah adalah membentuk pola pikir, membentuk pribadi. Kami merasa mendapatkan banyak hal, banyak pengalaman, dan berubah pola pikir di perguruan tinggi yang kami ikuti.

Nak, mungkin engkau akan bertanya, kenapa surat ini terlambat di post. Ada hal-hal yang terjadi, yang mungkin akan atau tidak akan kuceritakan padamu kelak, sehingga membuat surat ini terlambat kutuliskan. Satu hal yang pasti, bahwa kami berdua mencintaimu, sangat. Entah nanti kemudian engkau punya adik, tapi cinta kami padamu akan tetap, insya Allah. Ada banyak doa-doa yang kami sampaikan untukmu, Nak. Semua untuk kebaikanmu, tentu saja.

Mudah-mudahan kami mampu terus menjadi orang tua yang lebih baik, seiring pertumbuhanmu.

Peluk, cium.

Abak

 

 

Darma Eka Saputra