Muncak ke Papandayan, Refreshing dikala Suntuk

“Setiap perjalanan akan memiliki cerita yang berbeda. Walau tempat yang dituju sama, tapi jika waktunya berbeda pasti ceritanya juga akan berbeda”

16-17 Maret 2013 gw muncak lagi ke G. Papandayan utuk yang ke-4 kalinya. Yang pertama saat ada proyek dengan Salman, nge-camp di Supabeureum, yang kedua dan ketiga proyek Field Trip SMA Al-Irsyad dan ngecamp di Pondok Saladah. Yang terakhir ini benar-benar murni main tanpa mikirin yang lain.

Sebenarnya gw ga punya jadwal muncak pada bulan ini, harusnya Februari lalu ke Burangrang dengan Sigit dkk. Tapi karena pada saat itu pendakian ke Burangrang ditutup karena ada pelatihan Kopassus di Situ Lembang, maka gw terima ajakan Sigit untuk ke Papandayan. Selain itu karena gw bener-bener butuh refreshing akibat suntuk kerjaan di Salman.

Peserta pendakian saat itu berjumlah empat belas orang: Sigit, Devi, MbakNis, Eris, Zico, Hanif, Agus, Tami, Iid, Surya, Tika, Wawa, Ratih dan gw. Sebagian besar gw udah kenal, karena di BPI reg Bandung, atau karena teman-temannya Sigit di Psikologi.

Kembali bertualang dengan si Rose (Eiger Excelsier Merah Maroon gw) yang cuma diisi sleeping bag, jaket dan tenda. Tenda Eiger isi 8 yang langsung membuat si Rose kegemukan. Logistik lainnya diurus oleh peserta yang lain dan dibagi rata ama yang lain karena carrier gw udah penuh.

Perjalanan kali ini tidak hanya sekedar main dan muncak. Kali ini kami membawa nama Boockpacker, sebuah gerakan untuk membagikan buku bacaan setiap kali ngetrip. Targetannya adalah para Backpacker yang setiap kali ngetrip akan membawa buku bacaan khususnya untuk anak-anak ke tempat-tempat mereka melakukan perjalanan.

Jumat (15 Maret 2013) malam penggiat Boockpacker ngumpul rutin di Angkringan Narji (Jl. Gelap Nyawang), tapi gw ga bisa ikut sampai selesai karena ngejemput Ratih yang datang dari Jakarta. Ditemani (eh, harusnya menemani) Ega karena Ratih akan nginap di kostnya Ega. Sambil menunggu di McD’s Dago ditemani Es Krim dan obrolan-obrolan ringan.

Sabtu pagi, meeting poin yang disepakati adalah Terminal Cicaheum. Gw barengan dengan Ratih karena emang deketan tempat berangkatnya. Sampai di Cicaheum, sambil menunggu yang lain beberapa ada yag packing ulang barang bawaan dan buku-buku yang akan dibagikan.

Rombongan berangkat dengan elf Cicaheum-Cikajang supaya tidak repot pindah-pindah angkutan. Tapi apa daya, ceritanya berbeda dari yang diharapkan. Elf mengalami kerusakan di daerah Leles sehingga kami harus dioper ke Terminal Guntur, Garut dengan Bus. Setelah makan dan istirahat di Garut, rombongan langsung berangkat ke Alun-alun Cisurupan dengan memakai angkot.

Dari Cisurupan ke Parkiran Papandayan (Camp David) tersedia ojek atau colt-bak. Karena jumlah rombongan yang cukup banyak, kami langsung menyewa colt-bak. Mampir sebentar di desa Mekarwangi untuk menyerahkan buku hasil donasi dan perjalanan dilanjutkan. Selama perjalanan yang cukup mengguncang perut karena jalanan yang jelek kami diguyur hujan. Sampai di parkiran, istirahat dan sholat maka pendakian dimulai.

Pendakian dari Camp David ke Pondok Saladah cukup singkat jika jalan dengan kecepatan konstan (dan napas yang panjang). Hanya 1.5 jam. Tapi karena jumlah rombongan cukup besar dan napas yang cukup pendek perjalanan menjadi 2.5 jam. Setengah perjalanan pertama melewati kawah G. Papandayan yang masih mengeluarkan asap belerang dengan bau yang cukup menyengat dan mengganggu.

Selepas dari kawah, menuruni lembahan dan naik lagi ke sisi pinggang papandayan. Melewati jalan offroad yang tembus ke Pangalengan dan berbelok ke arah camp Pondok Saladah. Kami sampai di Pondok Saladah menjelang magrib. Langsung persiapan membangun tenda dan memasak makan malam.

Api unggun gagal dinyalakan karena jumlah kayu yang terbatas dan basah. Akhirnya hanya ngobrol, ketawa-ketiwi, ngebully dan nyanyi-nyanyi ga jelas di dalam tenda Eiger yang ternyata emang gede banget. Tenda Eiger untuk tempatnya para wanita, untuk lelakinya ada 3 tenda kecil isi 2.

Jam 11-an, saatnya tidur. Karena gw belum ngantuk, iseng nyoba nyalain perapian. Alhamdulillah dengan kesabaran (dan sepotong parafin) perapian menyala walau tidak besar. Ditemani Coldplay, api unggun, langit yang cerah, dingin, sleeping bag dan rokok gw ketiduran dengan tampannya di luar. Jam 2, terbangun karena dingin yang menggigit, tapi karena malas bergerak pindah ke tenda, gw hanya menutupi kaki dengan trashbag dan tidur lagi. Hehehehe.

Pagi-pagi jam 4 Agus udah berisik teriak-teriak ga jelas. Subuh dan memasak sarapan, sebagian rombongan akan turun pagi-pagi karena ada keperluan lain. Pada akhirnya molor semua dari jadwal yang direncanakan. Setelah foto bareng di Pondok Saladah dan packing, rombongan tersisa (9 orang: gw, Sigit, Devi, MbakNis, Eris, Surya, Ratih, TIka dan Wawa) bergerak menuju Tegal Alun -padang Edelweis dekat Puncak.

Pondok Saladah sendiri merupakan padang Edelweis, tapi tidak selebat Tegal Alun. Sebenarnya 3 kunjungan gw ke Papandayan, belum pernah menginjakkan kaki ke Tega Alun karena tidak ada kesempatan saat itu. Melewati Hutan Mati setelah Pondok Saladah menuju Tegal Alun kami disuguhi pemandangan yang luar biasa indahnya. Subhanallaah. Tapi treknya sedikit lebih menantang daripada Camp David – Pondok Saladah. Perjalanan cepat dan napas panjang hanya membutuhkan 40 menit dari Pondok Saladah ke Tegal Alun. Tapi perjalanan santai menuju agak lambat (apalagi bawa bawaan semuanya) 1 jam lebih dikit.

Masih ada lagi pemandangan yang luar biasa indahnya, Tegal Alun. Padang Edelweis yang luar biasa luas dan luar biasa indah. Padang Edelweis yang sangat rapat dan rimbun jika dibandingkan dengan Padang Edelweis di Surya Kencana G. Gede.

Padang Edelweis Tegal Alun, G. Papandayan

Foto-foto di Tegal Alun dan menikmati Mie Goreng (laper lagi setelah jalan), kami turun langsung menuju Camp David tanpa lewat Pondok Saladah lagi. Dengan Navigasi Punten dan sedikit sok tau plus potong jalur seenaknya kami sampai di Camp David dengan muka berminyak, kaki lecet, badan bau dan pegel-pegel.

Istirahat di warung si Mak, disuguhi air sejuk yang menyegarkan dan ditemani gorengan lalu waktunya untuk pulang, kembali ke dunia nyata masing-masing.

Perjalanan pulang nyaris tanpa ada hambatan yang berarti. Dari Camp David langsung ke Terminal Guntur, dilanjut bus ke Cicaheum dan terdampar tenggelam dalam mimpi di Asrama.

Terima kasih semuanya untuk perjalanannya, perjalanan kali ini sangat menyenangkan. Sangat-sangat menyenangkan.

Oh ya, untuk yang kembali ke Jakarta, tolong di cek lagi, kayaknya hati gw kebawa sama kamu deh. Hehehehe..