Seri Pahlawan Lokal: Padang (1)

Kita mungkin sering melihat banyak jalan di berbagai tempat yang memakai nama tokoh. Banyak jalan, apalagi jalan protokol, memakai nama pahlawan nasional, seperti Jalan Sudirman, Jalan Soekarno-Hatta, Jalan Ahmad Yani, dan lain-lain. Tetapi tak jarang kita melihat nama tokoh-tokoh yang tidak begitu banyak dibahas yang dijadikan nama jalan.

Aku adalah salah satu dari orang-orang yang penasaran dengan nama-nama yang cukup asing di telinga, tapi dijadikan nama jalan. Sepanjang perjalanan hidupku, aku pernah tinggal di beberapa kota yaitu: Bukittinggi, Padang, Bandung, Surabaya-Sidoarjo. Pada kota-kota tersebut, ada beberapa jalan yang memakai nama tokoh-tokoh yang merupakan pahlawan lokal daerah tersebut.

Pada seri pahlawan lokal ini, aku mencoba mengenalkan beberapa pahlawan lokal di kota-kota yang pernah aku tinggali. Pada postingan pertama, aku akan membahas beberapa tokoh-tokoh lokal yang dijadikan nama jalan atau nama gedung di Kota Padang. Tokoh-tokoh ini bukan tokoh yang berasal dari Kota Padang, namun dijadikan nama jalan di Kota Padang dan beberapa kota lain.

  1. Chatib Sulaiman

Jalan Chatib Sulaiman di Padang adalah salah satu jalan protokol. Masjid Raya Sumatera Barat berada di jalan ini, bersimpangan dengan Jalan Ahmad Dahlan. Jalan ini berada di daerah administrasi Kecamatan Padang Utara

Chatib Sulaiman adalah tokoh pergerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia dilahirkan di Sumpur, sebuah nagari di Tanah Datar. Ia adalah putra dari Haji Sulaiman, seorang pedagang, dan Siti Rahma. Chatib kecil dididik dalam pola budaya Minangkabau. Ia bersekolah di Hollandsch Indlandsche School (HISAdabiah, Padang, dan kemudian melanjutkan pendidikannya di MULO.

Tahun 1930, Chatin Sulaiman pindah ke Padang Panjang yang saat itu menjadi pusat pergerakan di ranah Minang. Di sana ia mengajar di HIS Muhammadiyah dan menjadi penerjemah di sebuah lembaga kepanduan, El Hilaal. Pada tahun 1931, ia diangkat oleh Moch Hatta menjadi pimpinan partai PNI Baru khusus daerah Sumatera Barat. Pada tahun 1942, Chatib Sulaiman sempat ditangkap Belanda dan diasingkan ke Kutacane, Aceh, namun berhasil diselamatkan oleh tentara Jepang.

Pada pendudukan Jepang, Chatib Sulaiman diangkat menjadi pimpinan Giyugun, lembaga semimiliter, di Sumatera Barat.

Jabatan Sulaiman sebagai pemimpin Giyugun memberinya kesempatan untuk membangun dan membina kekuatan bersenjata yang dapat digunakan untuk mencapai Indonesia merdeka. Sebagai pemimpin Giyugun, Sulaiman mengarahkan para pemuda anggotanya untuk disiapkan menjadi seorang tentara untuk Indonesia merdeka. 

Pada tanggal 14 Januari 1949, Chatib Sulaiman sebagai Ketua Markas Pertahanan Rakyat Daerah memimpin suatu rapat di Lurah Kincia, Situjuh Batua, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat. Rapat diikuti Bupati Militer dan beberapa pimpinan pejuang lainnya serta puluhan orang pasukan pengawal. Hasil rapat memutuskan kota Payakumbuh yang sedang dikuasai Belanda harus diserang dari segala arah lalu mendudukinya untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa perjuangan rakyat Indonesia masih tetap ada. Hal ini dilakukan untuk melawan opini yang dibentuk Belanda bahwa Indonesia telah mereka kuasai sepenuhnya.

Keberadaan mereka akhirnya diketahui Belanda. Pada subuh hari tanggal 15 Januari 1949 saat para pejuang akan melaksanakan shalat subuh, mereka diberondong tembakan oleh Belanda. Chatib Sulaiman dan beberapa pimpinan perjuangan beserta puluhan orang lainnya tewas seketika, diantaranya Arisun Sutan Alamsyah (Bupati Militer Limapuluh Kota), Letkol Munir Latief, Mayor Zainuddin, Kapten Tantawi, Lettu Azinar, Letda Syamsul Bahri serta 69 orang pasukan Barisan Pengawal Nagari dan kota (BPNK).

2. Johnny Anwar

Jalan Johnny Anwar di kota Padang terletak kecamatan Padang Utara, menghubungkan Ulak Karang dengan Lapai. Masyarakat Padang generasi 90-an pasti tahu dengan Bioskop President yang terletak di persimpangan Jalan Johnny Anwar dan Jalan Chatib Sulaiman.

Johnny Anwar adalah seorang pejuang kemerdekaan dan juga mantan perwira tinggi polisi. Ia juga merupakan kakak dari Rosihan Anwar, seorang tokoh pers nasional.

Ia berperan penting di kota Padang pada masa perjuangan fisik ketika pasukan Belanda dan sekutu kembali menduduki kota itu setelah kekalahan pihak Jepang dalam Perang Dunia II. Johnny pernah dipenjara oleh pihak penjajah karena sikapnya yang tidak mau bekerjasama dengan pihak Belanda dan sekutu.

Pada tahun 1946 ketika berusia 28 tahun ia diangkat sebagai Kepala Polisi Kota Padang dengan pangkat Komisaris Polisi kelas II. Setelah dibebaskan dari tahanan, pada tahun 1948, ia diangkat menjadi Kepala Polisi Kota Bukittinggi merangkap Kepala Polisi Kores Sumatra Barat. Pada tahun 1950 ia sempat ditugaskan untuk studi ke tiga kota di Amerika Serikat, San Fransisco, New York dan Washington selama 3 bulan.

Setelah masa revolusi fisik, Johnny Anwar menjalani karier kepolisiannya dengan berbagai jabatan dan bertugas diberbagai kota di Indonesia, diantaranya Kepala Polisi Komisariat Maluku di Ambon (1964), Panglima Angkatan Kepolisian (Pangak) XVIII Sulawesi Selatan-Tenggara di Makassar (1968) dan terakhir sebagai Komandan Operasi Bhakti Markas Besar Angkatan Kepolisian (Mabak) di Jakarta (1970-1972) sebelum pensiun.

3. Dr. M. Djamil

Dr. M. Djamil bukan sebuah nama jalan, tapi nama Rumah Sakit Umum Daerah di Kota Padang. RSUD ini terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jati.

Dr. M. Djamil adalah seorang perintis kesehatan masyarakat dan dokter asal Indonesia yang lahir di Kayu Tanam, Padang Pariaman. M. Djamil adalah orang Indonesia pertama yang meraih dua gelar doktor.

Gelar doktornya yang pertama dengan titel Doctor Medicinae Interne Ziekten diperolehnya di Universitas Utrecht, Belanda pada 31 Mei 1932. Sedangkan titel doktornya yang kedua: Doctor of Public Health (DPH), diperolehnya dari Universitas Johns Hopkins, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada 12 Juni 1934.

Pada tahun 1925-1927, M. Djamil melakukan riset di Koto Gadang dan Sianok mengenai penyakit TBC dan malaria. Dari hasil riset tersebut ia memperoleh penghargaan dari Ratu Wilhelmina. Dua tahun kemudian, ia pindah ke poliklinik Natal, Sumatra Utara. Disini ia kembali melakukan penelitian mengenai penyakit malaria. Melalui hasil risetnya itu, anggaran pemerintah yang telah ditetapkan untuk pemberantasan malaria bisa ditekan.

Pada tahun 1938-1939, ia ditugaskan pada Kantor Pusat Penyakit Malaria di Jakarta. Dalam risetnya M. Djamil menemukan cara baru untuk memberantas jentik-jentik nyamuk malaria dengan dedak. Serta peran selaput protozoon di atas air terhadap penjangkitan malaria. Karena keberhasilannya dalam riset tersebut, dr. Overbeek Kepala Bestrijding di Indonesia, memberikannya titel malarialoog (ahli malaria).

Selain di bidang kedokteran, M. Djamil juga aktif berpolitik. Ia yang terafiliasi dengan Partai Sosialis Indonesia, sempat menjadi Ketua Komite Nasional Sumatra Barat, Residen Sumatra Barat, Gubernur Muda Sumatra Tengah, sekaligus Gubernur Militer Sumatra Tengah. Ia juga berperan besar dalam pendirian Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas di Bukittinggi.

4. Bagindo Aziz Chan

Masyarakat Padang tahun 90-an pasti akrab dengan Gedung Pertemuan Bagindo Aziz Chan. Gedung Serba Guna yang terletak di depan Taman Imam Bonjol. Gedung ini dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti: perpisahan, pertemuan, dan acara lainnya.

Bagindo Aziz Chan  adalah seorang guru dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan Wali Kota Padang kedua setelah kemerdekaan, yang dilantik pada tanggal 15 Agustus 1946 menggantikan Mr. Abubakar Jaar.

Bagindo Aziz Chan lahir di Kampung Alang Laweh, Kota Padang. Ia adalah anak keempat dari enam bersaudara, buah pernikahan Bagindo Montok dan Djamilah. Bagindo Aziz Chan mengenyam pendidikan HIS di Padang, MULO di Surabaya, dan AMS di Batavia. Ia sempat dua tahun duduk di Rechtshoogeschool te Batavia (RHS) dan membuka praktik pengacara. Ia juga aktif di beberapa organisasi, di antaranya sebagai anggota pengurus Jong Islamieten Bond di bawah pimpinan Agus Salim.

Setelah proklamasi kemerdekaan, ia ditunjuk sebagai Wakil Wali Kota Padang pada 24 Januari 1946 dan pada 15 Agustus 1946 dilantik sebagai wali kota menggantikan Mr. Abubakar Jaar, yang pindah tugas menjadi residen di Sumatra Utara.

Di tengah situasi pasca-kedatangan Sekutu di Padang pada 10 Oktober 1945, ia menolak tunduk terhadap kekuatan militer Belanda yang berada di belakang tentara Sekutu. Ia terus melakukan perlawanan dengan menulis di surat kabar perjuangan Tjahaja Padang, bahkan turun langsung memimpin perlawanan terhadap Belanda sampai akhirnya meninggal pada tanggal 19 Juli 1947. Ia juga berpidato di depan umum, “Langkahilah dulu mayatku, baru Kota Padang saya serahkan”.

Pada 19 Juli 1947 sore hari, Bagindo dan keluarga bertolak dari Padang menuju Padang Panjang. Di daerah Purus, rombongannya dicegat oleh Letnan Kolonel Van Erps yang memberitahukan telah terjadi insiden di Nanggalo yang merupakan daerah garis demarkasi Belanda.

Menurut versi Belanda, ketika Bagindo turun itu dari mobil Jeep yang mengantarkannya di daerah Nanggalo itu, ia tertembak di lehernya dan dibawa ke sebuah rumah sakit di Padang.

Kaderisasi, Sebuah Proses (Tidak) Instan

Kaderisasi adalah sebuah proses pembentukan karakter seorang kader sehingga ia memiliki nilai-nilai yang sama dengan organisasi  yang diikutinya. Kaderisasi adalah sebuah proses, sehingga tidak akan bisa selesai dalam waktu yang singkat. Semua organisasi pasti akan melakukan kaderisasi terhadap anggota barunya dengan cara dan metode yang berbeda-beda sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang dianut masing-masing organisasi tersebut.

Kali ini penulis akan mencoba khusus membahas kaderisasi di organisasi kemahasiswaan, mencoba memberikan sedikit opini dan pendapat.

Teladan

Menurut pandangan penulis, inti dari kaderisasi adalah keteladanan. Seorang senior, jika ingin menanamkan solidaritas kepada juniornya, maka ia harus menunjukkan seperti apa prinsip solidaritas itu, bukan dengan cara menghukum satu orang dan memaksa rekan-rekan juniornya yang lain untuk menerima hukuman. Contohnya, jika seorang senior ingin menanamkan kekeluargaan, maka ia juga harus menampakkan kekeluargaan dalam organisasi itu, bukan dengan memaksa juniornya hadir sesuai kuota yang ditetapkan.

Dengan keteladanan, maka yang dikader (junior) memahami bahwa nilai-nilai yang diwariskan tidak hanya sekedar lips service atau omongan belaka. Junior menyadari bahwa nilai-nilai tersebut memang diaplikasikan oleh pengkader (senior) sehingga mereka tanpa ragu akan menanamkan nilai-nilai tersebut dalam diri mereka.

Diskusi

Selain itu, idealnya ada diskusi dalam proses kaderisasi. Dalam diskusi, antara senior dan junior saling menyamakan suhu, junior diajak untuk mau dan mampu berdialog, memberikan dan menerima kritik dan saran. Ketika berdiskusi, terjadi pertukaran informasi antara si pengkader (senior) dan yang dikader (yunior), tidak hanya senior yang berbagi cerita tetapi junior juga bisa sharing informasi dan pengetahuan sehingga saling mengisi.

Dengan diskusi, kedua belah pihak “dipaksa” untuk banyak membaca sehingga tidak tertinggal dalam informasi dan pengetahuan. Dengan diskusi juga terbina kedekatan antara senior dan junior sehingga tidak ada jarak antara senior dan junior. Kedekatan ini akan berguna dalam penyampaian nilai dan jika terjadi konflik dalam organisasi.

Diskusi tidak harus berupa obrolan resmi dan serius seperti rapat atau kuliah. Diskusi bisa dilakukan sambil menikmati secangkir kopi di tempat yang cozy atau sambil makan di angkringan. Bahkan diskusi juga bisa dilakukan sambil travelling bersama.

LONG TIME PROCCESS

Kaderisasi bukanlah sebuah proses instan yang akan selesai dalam jangka waktu beberapa bulan, atau setahun-dua tahun. Dalam pandangan dan pengamatan penulis, proses kaderisasi membutuhkan waktu bertahun-tahun. Proses kaderisasi yang hanya berlangsung beberapa bulan seperti kembang api, cepat terbakar dan terang benderang tapi cepat juga padamnya.

Proses kaderisasi adalah sebuah proses pembelajaran. Baik senior ataupun junior juga mengalami pembelajaran. Karena kaderisasi adalah sebuah proses pembentukan karakter, maka dibutuhkan waktu dan lama serta kesabaran sehingga nilai-nilai yang ditanamkan menjadi karakter dari kader organisasi tersebut.

Seorang senior penulis pernah berkata “Kaderisasi itu berhasil jika yang dikader lebih baik daripada pengkadernya”.

Selamat Mengkader

24 Maret 2014

Asta Brata (8 Kewajiban Negarawan). Petunjuk memimpin negara dalam kisah Ramayana

Delapan Brata, teladan Delapan Dewa

genap delapan jumlahnya

jangan kurang, jangan cacat, demi negara

Indra yang pertama, disusul Surya

kemudian Bayu, lantas Kurewa

Baruna, Yama, Candra, Brama

Teladan Delapan Dewa

Indra (Dewa Hujan, Dewa Petir), parfum dunia

penghambur derma dan dana

rata ke seluruh semesta

adil tiada membeda

walau sanak saudara

jika jadi penjahat

pasti

bunuhlah dia

Surya (Dewa Matahari) yang menyejukkan

sabar tidak semaunya

tabah tanpa amarah

diam penuh kehalusan

tanpa sakit tanpa terasa

tapi tercapai tujuan

Bayu (Dewa Angin) mengawasi semesta

kehendak alam memutar buana (dunia)

tanpa batas tanpa tanda

menemukan hasrat alam

mengenali gerak-gerik kawula

itulah pesannya

mengetahui isi hati kawula

Kuwera (Dewa Kekayaan) penjaga gudang

sandang pangan jasmani dunia

mengatur haluan negara

tak pernah lupa dan percaya

diberikannya semua

asal sungguh setia

tanpa pamrih dan tanpa batas

Baruna (Dewa Laut) selalu bersenjata

siang malam menjaga negara

ilmu pengetahuan jadi pedoman

agar mengungguli jagad

siapapun tak jujur teratasi

siapa buruk siapa baik

segera ditanggulangi

Yama (Dewa Kematian) pencabut nyawa

ke mana laknat pergi

ke sana ia mencari

buru, usut, lacak

sampai porak-poranda

musnahkan sampah negara

Candra (Dewa Bulan) pengampun

damai dan tertawa

senyuman warna negara

enak semua perintahnya

kesayangan para pendeta

Brahma (Dewa Pencipta)

bergairah hadapi musuh

mengerti para prajurit

musnahlah para penyerang

luluh dan lantak

tundukkan dengan hatimu

 

Disalin dari buku karangan Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Kitab Omong Kosong

“Dipoles dan dibolak-balik dari Asta Brata dalam Serat Rama (Kiai Yasadipura, Semarang, 1919).

 

Perahu Kertas By: Dee

Setelah beberapa bulan melupakan sejenak kesenangan membaca novel, akhirnya mumpung ujian masih januari, gw mencoba menyempatkan diri menyenangkan diri sendiri. Di taman bacaan, gw liat ada Perahu Kertas karya Dee. Karena dari awal gw emang udah suka ama karya2nya Dee, tanpa mikir panjang langsung aja gw pinjem, dan ternyata gw ga nyesel minjemnya.

Dalam waktu 3 jam, gw menyelesaikan novel ini. Bener-bener bikin nangis  dan ketawa sekaligus. Cerita yang sederhana tapi plotnya bikin penasaran, bikin ga bisa berhenti untuk baca ampe beres. Bener2 ngena banget, ada kisah tentang persahabatan, keluarga, dan cinta.

Untung aja Happy Ending, tapi walaupun ga Happy Ending, ga masalah juga kok menurut gw.

Shit, gw jadi melankolis gini abis baca novelnya, sadar kalau selama ini blm bisa jadi orang yang baik.

Maaf, belum bisa jadi anak yang baik, blm bisa jadi adik yang bener, blm bisa jadi sahabat yang baik, jadi kakak, abang, uda, abak yang bisa menjadi pendengar.

It’s a really nice novel….

Nasihat Abak

Suatu malam selepas Isya, Abak mengumpulkan anak-anaknya di ruang tamu. Sambil setengah merengut, si Bungsu berkata “Ada apa sh Bak?, Filmnya lagi seru nih”

“Kalian duduk dulu disini, Abak mau berbagi cerita” ujar si Abak.

“Sulung, Tengah, dan Bungsu, dengarkan baik-baik dan simak apa yang akan Abak sampaikan kepada kalian. Kalian adalah anak-anak Abak yang terikat oleh tali Keluarga. Kalian hendaknya saling menyayangi, mengasihi, membantu dan saling mengingatkan. Itulah yang akan membuat keluarga ini tetap utuh, walau nanti kalian telah dewasa dan berpenca-pencar.”

“Mungkin hubungan kalian tidak lepas dari konflik, bertengkar, tapi itulah bumbu-bumbu nya sebuah hubungan. Tapi jangan sampai konflik tersebut malah merusak keutuhan hubungan kalian. Kalauy istilahnya ‘Biduak lalu, kiambang batauik’ atau ‘ Ratak-ratak bulu ayam, paruah juo nan manyalasian‘. Maksudnya, sehebat apapun kalian bertengkar, kalian sendirilah yang akan menyelesaikan konflik tersebut, dan setelah pertengkaran tersebut, hendaknya hubungan kalian jadi baik lagi seperti semula.”

“Bungsu, kau jangan sering merengut kalau dimarahi oleh kakak-kakakmu. Mereka marah kalau kau bikin salah pertanda mereka menyayangimu. Mereka tidak ingin kau melakukan kesalahan-kesalahan yang mungkin dulu pernah mereka lakukan. Jangan sampai kau tidak menyapa mereka setelah kau dimarahi. Cobalah menjdi dewasa. Tapi kau jangan hanya nurut saja kata-kata kakak-kakakmu. Kalau mereka khilaf dan bikin salah, tegur dan ingatkan dengan baik. Mengerti kau?”

“Iya Bak” Jawab si Bungsu pelan

“Tengah, kalau memang si Bungsu salah dan ditegur oleh kakakmu, jangan pula kau bela, tidak mendidik itu namanya. Apa kau mau adikmu terus menerus bikin salah yang sama? Dan kalau memang kau tidak suka dengan cara kakakmu menegur adikmu, sampaikan baik-baik dan langsung ke orangnya. Jangan kau bicarakan di belakang punggungnya. Abak tidak mau anak-anak Abak jadi hobi menggunjing. Dengar kau?”

“Dengar Bak” balas si Tengah

“Sulung, walau kau yang paling tua, bukan berarti kau yang paling benar. Tidak semua yang kau lakukan dan kau ucapkan itu benar. Pikir-pikir dulu sebelum bicara dan bertindak. Kau adalah contoh untuk adik-adikmu. Coba kau menasihati adik-adikmu dengan cara yang bijaksana. Terkadang bicara baik-baik lebih bisa diterima daripada marah-marah karena kesalahan adik-adikmu. Mengerti kau?”

“Iya Bak” Balas si Sulung.

“Kalian, siapapun yang menasihati kalian, jangan hanya didengar kemudian dilupakan. Kalau ada yang baik, kerjakan, dan ada yang tidak sesuai, buang dengan baik-baik. Setidak bijaksana apapun nasihat yang disampaikan pada kalian, sikapi dengan bijaksana, sikapi dengan baik. Kalian bertiga harusnya saling membantu, bukan saling menjatuhkan. Jangan malu untuk bertanya kalau kau tidak tahu, dan jangan menunggu untuk ditanya kalau kau tahu mereka keliru. “

“Ingat baik-baik pesanku tadi, mudah-mudahan kalian akan tetap kompak dan saling membantu” ujar Abak mengakhiri petuah-petuahnya.


Addicted to Bokep

Weits, jangan salah sangka dulu, gw cuma mau berbagi pengetahuan yang didapetin dari beberapa seminar, diskusi, dan ngobrol-ngobrol ama teman2.

Jika kita mengetikkan kata “Bokep” di Search Engine cem Mbah Go*gle, akan langsung keluar link-link yang menuju situs-situs pornografi. Bokep sama artinya dengan pornografi. Tidak diketahui bagaimana istilah Bokep muncul. Tapi yang pasti menjurus ke hal-hal yang menjurus ke aurat.

Seiring perkembangan teknologi informasi, semakin canggih juga perkembangan bokep di dunia. Yang awalnya hanya novel stensilan, kartu-kartu porno, video, CD, DVD, bahkan sekarang situs2 bokep merajalela di dunia maya. Benar kata orang-orang bahwa bisnis selangkangan ini ga ada matinya.

Menurut sebuah penelitian, saat seseorang nge-bokep, ribuan sel otak mengalami kerusakan. Padahal seperti yang kita ketahui (katanya) sel otak tidak bisa beregenerasi, jadi kalau ribuan langsung rusak, itu akan mempengaruhi kinerja otak kita. Kalau kasarnya, yang sering ngebokep bakal cepet jadi goblok.. hahahaha

Maraknya kasus pemerkosaan, pelecehan, juga akibat dari semakin gampangnya beredar hal-hal yang berbau pornografi. Syahwat yang meledak-ledak dan tak terkendali akhirnya menutup akal sehat dan membuat lupa diri.

Bokep ternyata bikin ketagihan, dan mempengaruhi pola pikir. Orang yang udah kecanduan ngebokep, isi otaknya hanyalah aurat melulu, sehingga tidak bisa berpikir jernih. Biasanya, orang yang kecanduan Bokep, sering melakukan Masturbasi atau istilah lucu2annya “Swalayan”. Padahal ini juga mempunyai efek yang buruk terhadap kesehatan dan moral.

Regulasi mengenai pornografi apalagi di dunia maya semakin susah untuk diterapkan. Semakin kuat undang-undang, semakin cerdik juga para pelanggar hukum untuk mengelak dari hukum.

Sekarang kita kembalikan ke diri sendiri. Untuk para orang tua, harap benar2 memperhatikan anaknya, berikan pendidikan agama dan moral, berikan perhatian kepada anak-anaknya.

Untuk remaja, pahami bahwa pornografi itu hanya untuk kesenangan sesaat. Keburukannya jauh lebih banyak daripada manfaatnya.

Hmm, kok jadi kek ceramah agama gitu ya? Tapi yang penting bahwa, Pornografi sangat merusak moral, dan jika moral pemuda di sebuah negara telah rusak, makan dapat dipastikan kehancuran negara tersebut.

Mudah-mudahan bermanfaat..

Relokasi SMA 1 Padang

Saat ini lagi rame-ramenya ngebahas masalah relokasi SMA 1 Padang. Ada yang pro, ada yang kontra. Tapi kebanyakan alasan yang kontra akan relokasi hanyalah karena kenangan dan sejarahnya.

Kalau menurut gw ya, selama jelas masalah relokasi ini, dan katanya akan dibangun gedung sekolah yang mempunyai fasilitas sesuai standar Sekolah Berstandar Internasional mah ga masalah, dan tidak ada embel2 di belakang pembangunan ini. Yang penting mah semua transparan.

Dan gw emang ga tau pasti, tapi ada terlalu banyak gosip dan prasangka di dalamnya, makanya diskusi di group di facebook nya ga sehat.

Berharapnya sih, ada penjelasan yang bener2 jelas tentang isu ini, biar ga bikin masalah baru lagi.

Secara pribadi, gw emang sepakat kalau gedung SMA 1 Padang yang sekarang kurang layak untuk dijadikan gedung pendidikan, karena emang tempatnya di persimpangan jalan protokol yang rame banget, gaduh, dan sempit tanpa fasilitas yang cukup untuk pengembangan ekskul, dan pendidikan. Kalau nanti masalah jauh enggaknya mah tergantung niat atuh, apa ga malu ama teman2 di daerah pedalaman yang harus berjalan kaki belasan kilometer untuk mencapai sekolahnya? Kalau masalah kenangan, kenangan mah di diri masing-masing, bukan disimpan di dalam gedungnya. Lagian gedungnya kan cagar budaya, ga mungkin diapa-apain. Kalau diapa-apain, baru pemdanya teu baleg (ga bener).

Jadi, jangan cepat termakan isu, cari berita yang bener dulu lah, baru ngomong. LONTONG

Mahasiswa Peduli Rakyat?

Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian, mahasiswa sebagai Insan Akademi dituntut mampu melaksanakan ketiga hal tersebut. Salah satunya adalah pengabdian, berbuat sesuatu untuk kesejahteraan rakyat, atau setidaknya peduli akan kondisi rakyat.

Dalam 2 bulan ini, Indonesia dua kali diguncang gempa. Gempa Jabar ( 2 September 2009) dan gempa Sumbar (30 September 2009). keduanya cukup besar dan cukup merusak beberapa daerah di kedua provinsi ini. Korban jiwa yang jatuh cukup besar kusunya untuk gempa Sumbar, mencapai 1000-an orang dan masih ada yang tertimbun longsoran.

Mahasiswa ITB dalam hal ini terhimpun dalam satu KM ITB telah bergerak mengenai bencana di kedua daerah ini. Bahkan untuk Jabar, tahap recoverynya sudah dimulai, dan untuk Sumbar, difokuskan ke penggalangan dana saja. Tapi permasalahannya adalah tidak semua bagian tergerak untuk peduli. Lembaga-lembaga di kampus yang bergerak bersama-sama mengenai Tangga Bencana ini sanat minim, apalagi SDM nya. Tidak sampai 10 lembaga di KM ITB yang aktif masalah bencana ini.

Bulan ini KM ITB dihadapkan lagi dengan masalah pelarangan arak-arakan pada Wisudaan tanggal 24 Oktober ini. Arak-arakan Wisudaan adalah tradisi yang tak terpisahkan dalam menyambut kelulusan mahasiswa (yang katanya) terbaik bangsa ini. Wisudaan Juli tanpa arak-arakan menimbulkan kekecewaan teman-teman massa kampus.

Menanggapi masalah ini, nyaris seluruh lembaga (baca: Himpunan) turut serta, berpartisipasi aktif ngumpul2, ketemuan dengan Kabinet dan Kongres (tersisa) mengupayakan supaya arak-arakan wisudaan menjadi legal lagi. Rapat sampai malam, dihadiri puluhan perwakilan lembaga, bahkan sampai menandatangani MOU.

Sedih aja melihat kondisi ini, bandingkan dengan rapat yang diadakan Pengabdian Masyarakat KM ITB membahas masalah gempa. Yang datang hanya 3-5 lembaga, itupun anggota muda yang masih magang dan nyaris ga tahu apa-apa. Seperti itukah MAHASISWA yang katanya bergerak demi Rakyat? Sebegitu tidak peduli kah kita akan saudara-saudara kita yang tinggal di tenda-tenda pengungsian?

Malam sebelum pelantikan SBY sebagai Presiden periode 2009-2014, teman-teman Mahasiswa mengadakan aksi di Jl. Ganesha, melakukan orasi, dan besok siangnya melakukan aksi di Senayan. Malam itu kelihatannya cukup banyak lembaga yang ikut serta. Itu semua hanya pernyataan sikap saja. Untuk aksi nyata dalam recovery Jabar, tanggap bencana Gempa Sumbar, malah tidak ada sama sekali.

Tidak tahu apakah kita memang sudah begitu apatisnya, sibuk dengan kepentingan masing-masing, dan lupa kalau kita ada karena rakyat, lupa akan peran sebagai Mahasiswa, lupa akan fungsi sebagai Insan Akademis.

Saat membaca liputan detik.com ttg aksi di jl. Ganesha tersebut, jadi miris membaca komentar-komentar pembaca. Mereka sangat pesimis dan tidak simpatik dengan aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa. Tapi setelah mengamati kenyataannya, mungkin wajar saja mereka begitu.

Yang dibutuhkan sebenarnya adalah Gerakan Nyata, bukan hanya kajian-kajian saja, bukan hanya omong besar saja. Gerakan nyata yang benar-benar menyentuh “grass root”. Lalu siapa penggeraknya, kalau mahasiswa masih memble??

Kesadaran ber-KM ITB

Apa itu KM-ITB? Siapa saja anggota KM-ITB? Kenapa kita harus ber-KM ITB? Diatas adalah pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada saat kita mengikuti OSKM, INKM, atau PROKM. Dan pertanyaan itu sudah dijawab oleh mentor-mentor kelompok. (buat yang masih ingat) kita dari awal sudah dikenalkan dengan yang namanya KM-ITB. Saat kita lepas dari OSIS, kita dikenalkan dengan lembaga yang lebih independent dan mempunyai arah gerak yang jelas sesuai konsepsi dan AD-ART KM-ITB. Terlepas dari sejarah dibentuknya KM-ITB 13 tahun yang lalu, yang akan kita cermati adalah kondisi sekarang. Nyamannya kamar kost dengan fasilitas internet, dan segala kemudahan teknologi (mungkin)melalaikan kita akan fungsi sebagai mahasiswa. Buat yang sudah membaca dan (mencoba) memahami konsepsi, yang sudah pernah diceritain akan isi dan makna konsepsi, mungkin (sedikit) tahu dengan maksud sebagai Insan Akademis, melaksanakan TriDharma Perguruan Tinggi, dan lain-lain. Mungkin juga (agak) paham bahwa mahasiswa tidak hanya kuliah dan pulang saja, tapi adalah ujung tombak pergerakan. Kita jangan berbicara yang jauh tentang membangun Indonesia dulu, coba berkaca akan keadaan KM-ITB sendiri. Rapim pada tanggal 12 Oktober 2009 mungkin adalah cermin kalau kita belum siap untuk ber-KM ITB yang baik. Mungkin kita belum menyadari bahwa mahasiswa S1 ITB itu membutuhkan KM-ITB. Kenapa? Karena kita belum siap dan mampu untuk menjalankan system yang sudah disusun dalam peraturan dan landasa bertindak kita. Kongres sebagai lembaga tertinggi dalam KM-ITB belum cukup kuat, karena pengawasan dari lembaga yang mengirimnya juga tidak benar. Karena tidak diawasi, akibatnya kinerjanya tidk seperti yang diharapkan, sehingga fungsi pengawasan terhadap kinerja cabinet juga tidak berjalan dengan baik. Lembaga-lembaga sepertinya belum siap untuk percaya kepada Kongres, dan seperti tidak mau ambil peduli akan kondisi kesenatoran yang carut-marut dan morat-marit. Mungkin saja lembaga tidak merasakan efek langsung dari fungsi kongres itu sendiri, dan lembaga hanya peduli kalau itu terkait langsung dengan kepentingan lembaganya, seperti WISUDAAN, OSKM. Bukankah cabinet KM-ITB dan seluruh prokernya adalah bentuk pengejawantahan aspirasi dari seluruh lembaga yang (seharusnya) disampaikan kepada senator-senatornya di kongres? Bukankah KM-ITB itu sendiri ada untuk mewadahi kebutuhan berhimpun? Atau memang kita sudah tidak membutuhkan lagi KM-ITB? Itu pertanyaan yang selalu muncul melihat masalah di KM-ITB, khususnya masalah kesenatoran. Tapi ketika pertanyaan itu dimunculkan, jawaban adalah “Kita buth KM-ITB” apakah itu hanya karena cemas saja OSKM nanti tidak ada yang mau ngurusin, sebab kita terlalu sibuk dengan ke-APATISan kita di dalam lembaga kita masing-masing? Memang kita tidak bisa mengharapkan 12.000 mahasiswa ITB akan sadar untuk ber-KM-ITB. Tapi setidaknya ANDA-ANDA yang diamanahi sebagai ketua lembaga, perwakilan anggota lembaga harus paham bahwa KM-ITB itu adalah kita semua. Rapim dengan ketua-ketua lembaga tanggal 12 oktober 2009 menurut saya tidak menghasilkan sebuah konklusi, solusi yang real. Yang adalah adalah sebuah pergerakan dari beberapa lembaga untuk mendatangi lembaga-lembaga lainnya, saling mengingatkan untuk ber-KM ITB dengan baik, kalau tidak nanti dibubarin (hahahaha, ga seperti itu juga kata-katanya). Tapi menurut saya tetap tidak ada jaminan bahwa sesudah itu lembaga-lembaga (himpunan dan unit) mau dan mampu berubah sehingga ber-KM ITB dengan baik. Yang pasti kesimpulan yang bisa ditarik dari Rapim tersebut adalah bahwa Kongres KM-ITB masih dipercaya untuk tetap menjalankan fungsinya. Tapi pertanyaan terbesarnya adalah apakah Kongres KM-ITB masih didukung oleh lembaga-lembaga di dalam KM-ITB? Tulisan ini hanya sebuah unek-unek, bukan bermaksud mengajari. Bukan tidak mungkin ada banyak kata-kata dan pemikiran yang dangkal, tapi mudah-mudahan ada manfaatnya yang bisa kita pahami bersama.

Demi Tuhan, Untuk Bangsa dan Almamater

Senator Utusan Lembaga Rumpun Seni dan Budaya

Darma Eka Saputra 13105137

Wisudaan, BOM, dan MU

Ada 3 hal penting yang menarik perhatian anak-anak ITB dalam 3 hari belakangan ini. Yaitu Wisudaan Juli ITB, Pengeboman Hotel Ritz Carlton, dan batalnya MU ke Indonesia.

1. Wisudaan Juli

Kenapa hal ini jadi menarik? Karena wisudaan kali ini tanpa arak-arakan yang biasanya selalu ada ketika wisudaan. Ga akan ada arak-arakan mulai dari SABUGA sampai ke Gerbang depan ITB yang selalu menarik perhatian. Kenapa bapak-bapak kita di sana melarang adanya arak-arakan? Mungkin karena setiap ada arak-arakan selalu saja ada perkelahian antara beberapa himpunan. Dan emang selalu ada gesekan-gesekan ketika acara wisudaan. Kalau gw ngeliatnya udah kek orang bar-bar aja mahasiswa ITB ini. Tiap ada keramaian seperti wisudaan, pertandingan olahraga, kesannya ga seru kalau ga dihiasi ama bentrokan.

Wisudan, bentrokan karena gesekan ketika arak2an, desak2an, ga penting bgt lah alasannya, bahkan terkesan dicari-cari penyebabnya. Pertandingan olahraga (biasanya bola), satu tim kalah, ejek2an, panas, berantem. 2 kali Olimpiade KM-ITB, selalu aja ada yang berantem.

Sebenarnya ga semua mahasiswa/Himpunan yang berantem. Hanya beberapa oknum aja, yang tiba-tiba menjadi bodoh dan bar-bar dan seakan-akan menjadi centeng ITB. Seakan-akan dialah yang menjadi penguasa ITB dan harus ditakuti.

Akibatnya?? Semua lembaga kena getahnya, himpunan yang adem ayem aja juga ikut merasakan hukuman. Egois banget kan? Bagaimana kalau oknum2 itu aja yang ga boleh ikut arak2an, yang berantem y udah, ga usah dibela. Mahasiswa atau preman terminal?? Kasihan kan ama yang lulus sekarang, selama ini ikut ngarak, tapi sekarang ga diarak lagi.

2. Pengeboman Hotel Ritz Carlton dan Batalnya MU ke Jakarta

Sebenarnya pengeboman Hotel Ritz Carlton ga terlalu berefek banyak bagi temen2 gw di ITB, kecuali beberapa orang yang menuliskan keprihatinannya di status Facebook. Cuma efeknya yang ngebikin MU batal daang ke Jakarta yang banyak menghiasi status orang-orang di facebook.

Sumpah, gw kesel banget liat status orang-orang itu. Nyawa orang yang diambil, dia malah mempermasalahkan MU yang batal ke Jakarta. Segitu ga berhargakah nyawa saudara-saudaramu? Lebih pentingkah seorang Wayne Rooney bagimu, daripada nyawa orang yang dihilangkan secara paksa oleh orang yang dengan pongahnya menggantikan tugas malaikat Maut??

Jadi sekarang lebih penting mana?? Masalah Wisudaan tanpa arak2an, BOM di hotel Ritz Carlton, atau MU yang batal ke Jakarta. Terserah loe, mau yang mana yang lebih menyentuh hai loe, ga mah ga akan menilai apapun, karena ga berhak juga. Buat yang wisuda Juli ini, pasti sedih bgt, karena Wisuda S1 yang cuma sekali seumur hidup, ga berkesan. Buat penggemar berat MU, juga akan sedih banget, karena harapan melihat Bintang Idola dari dekat batal, tapi siapa yang akan bersedih utk korban pengeboman ini? Saudara ga ada yang kena, bahkan ga ada yang kenal mungkin dengan semua korban tewas atau luka-luka nya. Jadi peduli setan.. Betul ga??

Tanya ke hati masing-masing aja.